TEKS

SELAMAT DATANG DAN JANGAN LUPA ISI BUKU TAMU & KOMENTAR YA.....

Wednesday, June 1, 2016

Hukum Acara Perdata

                                HUKUM ACARA PERDATA
Hukum : Seperangkat peraturan yang harus ditaati oleh masyarakat dan dipertahankan oleh penguasa dan bagi yang melanggarnya harus diberikan sanksi.
1.  Berdasarksn isinya :
-        Hukum Publik : peraturan hukum yang mengatur kepentingan umum (algemene belangen).
-        Hukum privat : peraturan hukum yang mengatur kepentingan perorangan.
Berdasarkan fungsinya ruang lingkup hukum privat (private law) secara esensial dapat dibagi menjadi Hukum Perdata Material (BW) dan Hukum Perdata Formal (Hukum Acara Perdata).
Hukum Acara Perdata :
a.  PERATURAN HUKUM YANG MEENGATUR BAGAIMANA SESEORANG MENGAJUKAN PERKARA PERDATA DI PENGADILAN.
b.  PERATURAN HUKUM YNG MENGATUR BAGAIMANA PROSES HAKIM MENGADILI PERKARA PERDATA.
c.   PERATURAN HUKUM YANG MENGATUR PROSES BAGAIMANA HAKIM MEMUTUS PERKARA PERDATA.
d.  PERATURAN HUKUM YANG MENGATUR BAGAIMANA PROSES PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN.
2. SIFAT HUKUM ACARA PERDATA :
1.  Bila dilihat timbulnya perkara perdata karena adanya gugatan dari pihak yang merasa haknya di langgar oleh orang lain.
2.  Bila dilihat dari aspek pembagian berdasarkan aspek sanksinya , maka sifat hukum perdata bersifat memaksa.
3.  Bila dilihat aspek proses persidangan di pengadilan , maka sifat hukum acara perdata adalah kesederhanaan.
3. SUMBER HUKUM ACARA PERDATA:
a.  HIR (Het Herziene Indonesich Reglemene atau Reglemen Indonesia Baru). Yaitu Reglemen tentang  tugas untuk mengadili perkara perdata di Jawa dan Madura.
b.  RBg (Reglemen Buitengewesten). Yaitu Reglemen tentang tugas untuk mengadili perkara perdata di luar jawa dan Madura.
c.   RV. (Reglement op de burgerlijke rechvordering voorderaden). Reglemen yang berisi ketentuan-ketentuan hukum perdata yang berlaku bagi golongan Eropa dan yang dipersamakan.
d.  Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Hukum Dagang.
e.  Undang-Undang.
f.     Yurisprudensi.
4. ASAS-ASAS HUKUM ACARA PERDATA:
a.  Peradilan yang terbuka untuk umum (Openbaarheid van Rechtspraak).
b.  Hakim yang pasif:
Pertama : ditinjau dari visi inisiatif datangnya perkara maka ada atau tidaknya gugatan tergantung para pihak yang berkepentingan.
Kedua  : ditinjau dari visi luas pokok sengketa , ruang lingkup gugatan serta kelanjutan pokok perkara , maka hanya para pihak yang berhak untuk menentukan sehingga hakim hanya bertitik tolak kepada peristiwa yang diajukan para pihak (secundum allegat iusdicare).
c.   Mendengar kedua belah pihak yang berperkara (Horen Van Beide Partijen). Artinya hakim dalam mengadili perkara harus bertindak adil dengan memberlakukan kedua belah pihak yang berperkara dalam kapasitas yang sama.
d.  Pemeriksaan dalam dua instansi (Onderzoek Twee Instanties). Artinya pemeriksaan dilakukan oleh Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi. Jadi Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi merupkan pengadilan yang memriksa mengenai faktanya (yudex Facti).
e.  Pengawasan Putusan Pengadilan Lewat Kasasi:
Pertama : berdasarkan ketentuan pasal 30 Undang- Undang No. 14 Tahun 1985 sebagai Pengawasan  pengadilan Mahkamah Agung dapat membatalkan putusan pengadilan dari semua lingkungan peradilan karena :
a.  Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang.
b.  Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku.
c.   Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan.
Kedua : Mahkamah Agung bukanlah peradilan tingkat tiga. Hal ini disebabkan mengenai fakta-fakta tidak termasuk penilaian Mahkamah Agung. Mahkamah Agung harus memisahkan masalah fakta (feitelijke vragen) dengan masalah hukum (rechtvragen).
f.     Peradilan dengan membayar biaya (Niet Kostelaloze Rechtspraak). Pada dasarnya biaya perkara (panjar perkara) meliputi biaya kepaniteraan, biaya pemanggilan para pihak, biaya pemberitahuan, biaya materai dan biaya administrasi (SEMA no.5 Tahun 1994). Sedangkan bagi meraka yang tidak mampu dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan setempat dengan berperkara secara Cuma-Cuma (prodeo).
5. RUANG LINGKUP MACAM-MACAM PERADILAN.
Dalam ketentuan pasal 10 ayat(1) UU no.14 Tahun 1970 tantang kekuasaan kehakiman dikenal adanya 4 (empat) macam peradilan:
a.  Peradilan Umum.
b.  Peradilan agama.
c.   Peradilan Militer.
d.  Peradilan Tata Usaha Negara.
Disamping ada juga peradilan khusus :
a.  Pengadilan lalu lintas.
b.  Pengadilan Anak.
c.   Pengadilan Ekonomi.
d.  Pengadilan Tipikor.
6. PENGERTIAN PERKARA, SENGKETA DAN BERACARA.
        Pengertian perkara itu lebih luas dari pengertian sengketa, dengan kata lain sengketa itu adalah sebagian dari perkara.
        Dalam pengertian perkara tersimpul dua keadaan:
a.  Ada  perselisihan.
b.  Tidak ada perselisihan.
Ada perselisihan artinya ada sesuatu yang menjadi pokok perselisihan, ada yang dipertengkarkan, ada yang disengketakan. Perselisihan atau persengketaan itu tidak dapat diselesaikan oleh pihak-pihak sendiri, melainkan memerlukan penyelesaian lewat hakim (pengadilan) sebagai instansi yang berwenang dan tidak memihak.
Contoh : sengketa tentang warisan, tentang jual beli, hutang piutang, merek dagang dan lain-lain. Tugas hakim ialah menyelesaikan masalah dengan adil, yaitu mengadili pihak-pihak yang bersengketa itu dalam sidang pengadilan dan kemudian memberikan keputusannya. Tugas hakim seperti  ini termasuk “ Jurisdictio Contentiosa”.
Tidak ada perselisihan, artinya tidak ada yang diselisihkan, tidak ada yang disengketakan. Yang bersangkutan tidak minta diadili atau minta keputusan dari hakim , melainkan minta penetapan dari hakim tentang status dari sesuatu hal, sehingga mendapatkan kepastian hukum yang harus dihormati dan diakui oleh setiap orang.  Contoh : permohonan sebagai pemilik barang., sebagai ahli waris, penetapan adopsi dan sebagainya. Tugas hakim yang demikian ini termasuk “Jurisdictio Voluntaria.”
Istilah  “beracara” dalam hukum acara perdata memiliki dua arti yaitu dalam arti luas dan sempit.
Dalam arti luas beracara meliputi segala tindakan hukum yang dilakukan baik diluar maupun di dalam sidang peradilan.
Dalam arti sempit beracara itu meliputi proses dalam sidang pengadilan sejak memasukan gugatan sampai putusan.
                                PERIHAL SURAT GUGATAN
Pengertian Surat Gugatan :
        Gugatan adalah suatu permohonan yang disampaikan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang, mengenai suatu tuntutan terhadap pihak lain , dan harus diperiksa menurut tata tertentu oleh pengadilan dan kemudian diambil putusan terhadap gugatan tersebut.
Surat gugatan adalah surat yang berisi tuntutan hak sebagai tindakan yang bertujuan memperoleh perlindungan yang diberikan oleh pengadilan untuk mencegah cara main hakim sendiri (eigenrichting).
Subyek gugatan baik berupa perorangan atau badan hukum yang terdiri dari :
a.  Penggugat /Para Penggugat.
b.  Tergugat /Para Tergugat.
c.   Turut Tergugat.
Obyek gugatan : obyek sengketa baik berupa benda bergerak , benda tidak bergerak, benda berwujud dan tak berwujud yang disengketakan oleh para pihak.
        Eksistensi surat gugatan berisikan hal-hal sebagai berikut :
a.  Suatu permohonan gugatan dari seseorang atau badan hukum karena merasa dan dirasa haknya telah dilanggar orang lain.
b.  Permohonan tersebut ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang.
c.   Permohonan gugatan itu agar diperiksa, diadili dan diputus oleh hakim pada Pengadilan Negeri yang berwenang.
 

No comments:

Post a Comment